Rabu, 25 Desember 2013

Polisi Agus Sembuhkan Pecandu Rokok dalam Sekejap

Anda ingin berhenti merokok tetapi rasanya sulit, bahkan mustahil? Seorang polisi dari satuan Dalmas Sabhara Polrestabes Bandung mengaku dapat membuat pecandu rokok stop mengisap rokok selamanya dalam hitungan waktu kurang dari lima menit.
Agus Wiratmoko, nama polisi berpangkat Briptu itu, punya teknik khusus untuk membuat pecandu rokok berhenti secara permanen dalam sekejap. Teknik itu bernama terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) yang dipelajarinya sejak tahun 2009. Menurut Agus, yang memulai di karier kepolisian tahun 2005, apa yang dilakukannya tidak ada hubungannya dengan dunia gaib atau klenik karena dirinya bukanlah seorang paranormal. Ia mengaku, inti teknik terapi SEFT yang diterapkannya adalah mengubah pola pikir pecandu rokok.

"Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan mistis karena semuanya dilakukan secara ilmiah. Yang diubah itu pola pikirnya. SEFT Therapy itu basiknya dari 14 teknik yang digabungkan menjadi satu," ujar pria kelahiran 13 Maret 1985 itu saat ditemui di Bandung, Jumat (6/4/2013) malam.
Teknik itu, lanjut Agus, dasarnya termasuk akupunktur yang biasa menggunakan tusukan jarum. Hanya saja, tusukan jarum diganti dengan ketukan kecil berulang menggunakan jari (tapping) di beberapa bagian tubuh perokok. "Sebenarnya tanpa harus menyentuh tubuh pasien pun bisa dilakukan dengan kekuatan pikiran," jelasnya.
Agus tengah menyembuhkan seorang perokok ketika Kompas.com menemui dia. Sebelum memulai teknik SEFT Therapy, Agus mengajak berbincang pasiennya. Hal tersebut diakuinya sebagai salah satu langkah dari proses terapi dengan menggabungkan teknik SEFT yang dimilikinya dengan Neuro Linguistic Programming (NLP) untuk mengetahui penyebab dan seberapa besar keinginan si pencandu untuk berhenti merokok.
"Banyak orang dan buku-buku yang bilang untuk berhenti merokok itu perlu waktu lama. Justru itu salah. Perubahan itu datangnya seketika. Intinya, yang datang ke sini harus benar-benar niat berhenti merokok dari dirinya sendiri bukan atas permintaan orang lain," imbuhnya.
Kompas.com menyaksikan, setelah menjalankan SEFT Therapy kurang dari lima menit kepada seorang ibu rumah tangga berinisial IIS (32 tahun), Agus meminta IIS yang sudah 13 tahun jadi pecandu untuk menyulut dan mengisap rokok favoritnya. Yang langsung terjadi adalah IIS muntah.
"Muntah itu karena pola pikirnya sudah berubah dari kebiasaan. Tubuhnya menolak ketika mengetahui rokok itu berbahaya. Semudah itu," tuturnya.
Agus menjelaskan, yang dilakukannya lebih pada menghancurkan mental blocking yang kerap mengganjal seseorang untuk berubah. Teknik itu diterapkannya pada saat mengobrol dengan pecandu rokok. Dalam perbincangannya, Agus lebih mengarahkan efek negatif yang ditimbulkan rokok pada kehidupan jangka panjang si pecandu. Selain itu, Agus perlu mengetahui alasan sang pasien merokok dan alasannya ingin berhenti merokok.
"Kalau dalam hatinya sudah ada keyakinan merokok itu tidak enak dan maka akan langsung dilakukan tapping. Otak itu tidak bisa membedakan kenyataan dan apa yang dia bayangkan," ujarnya.
Setelah terapi, IIS mengutarakan perasaannya. Menurut ibu satu anak yang datang ke Bandung dari Kelapa Dua Kota Depok itu, ia merasakan mual ketika dirinya diminta untuk mengisap rokok kesukaannya. "Pas di terapi tadi rasa rokoknya tiba-tiba tidak enak banget, cuma karena rasa penasaran saya barengin sama minum kopi karena biasanya enak. Tapi ternyata tetap tidak enak. Lama-lama pusing seperti baru pertama kali merokok," bebernya.
Kendati sudah menyembuhkan 300-an perokok sejak memulai praktik tahun 2011, Agus yang memiliki target menyembuhkan satu juta pecandu rokok di Indonesia hingga tahun 2014 menegaskan, ia hanya mau menyembuhkan orang di Kota Bandung. "Kalau mau sembuh, orangnya harus datang langsung ke Bandung. Saya tidak akan menghampiri orang di luar Bandung. Saya cuma ingin tahu seberapa besar niat dia untuk berhenti merokok. Mau dikasih dua miliar (rupiah) juga saya tidak akan mau datang kalau disuruh menghampiri," tegasnya.

Sumber : http://regional.kompas.com

4 komentar: